Senin, 09 Februari 2009

learn by d'paz

Sesekali inget masa lalu. Bagaimana ternyata aku bisa melaluinya sampai aku bisa berdiri sekarang. Semuanya berkat masa lalu, apa yg kulakukan masa lalu adalah aku sekarang. Terkadang hati ini bertanya, bagaimana bisa aku bertahan sebegitu hebatnya. Hebatkah aku? Tidak juga. Semuanya bertahan sesuai naluriku. Perjuanganku saat menembus SPMB, tiap hari jalan kaki buat bimbingan intensif di kota Malang. Hampir tak pernah jalan2 gara2 saking banyaknya tugas yg diberikan oleh sang Tutor. Tapi apa hasilnya? Ternyata aku sukses, aku lulus SPMB. Rasanya terharu jika ingat ini semua. Farmasi Universitas Airlangga, tujuanku selanjutnya. Menjadi mahasiswa. Dengan jiwa yg masih berupa SMA. Aku kelabakan, dari sifat yg masih malas hingga kurang kerja keras dalam belajar membuat prestasiku bisa dibilang sangat tidak memuaskan. Waktu itu (dan baru kurasakan sekarang) aku benar2 tidak belajar dari kerja kerasku menembus SPMB. Entah karena apa, tp rasanya aku tidak punya keyakinan untuk melanjutkannya. Bahkan rasa tidak percaya diri semakin timbul semester demi semester. Hingga pada akhirnya aku harus memlih skripsiku. Di bagian mana aku harus menyelesaikan skripsi ini. Semua teman2 ku waktu itu sudah banyak yg mempunyai pegangan untuk skripsinya. Sedangkan aku? Orang yang terlalu santai dan akhirnya mendapatkan ganjarannya. Nilaiku tak jusga bagus, banyak mata kuliah yang tak bisa kuikuti, skripsi blm jelas, aku merasa sendiri dan bingung. Aku malu berjalan, tapi aku lebih malu lagi kalau aku berhenti. Dengan keadaan terjepit ini aku mencari kesempatan untuk mencari dimana tema skripsiku akan kubuat. Setelah kudapatkan, aku mendapat seorang pembimbing. Dan ternyata skripsi yang kukerjakan, harus kukerjaan sendiri karena tema yang kupakai tidak sama dengan mahasiswa lain yang mungkin bisa bekerja sebagai team dalam satu tema. Dan setelah kujalani, ternyata memang lebih menyenangkan jika ada patner disamping kita dalam bekerja. Berada di laboratorium sendirian, masih seneng kalo ada temen lain pas mengerjakan tugas skripsinya di hari yang sama. Tapi aku lebih banyak mengalami bekerja sendirian. Berat ringannya aku yg tanggung, apapun hasilnya, apapun kejadian yang tidak menyenangkan aku yang rasakan. Sampai suatu ketika aku mengalami musibah, saat alat yang digunakan untuk tes UV/Vis terjatuh dan pecah. Betapa aku kehilangan konsentrasi saat itu mengingat harga kuvet itu sekitar 600 ribu. Aku tak bisa bekerja dengan fokus, prosedur salah, hasil penelitian tidak maksimal, kerjaan tidak beres. Lelah rasanya. Tapi apakah aku harus menangis menjerit-jerit dalam laboratorium? Inginku juga seperti itu. Tapi masak iya, dan aku berpikir sekali lagi bahwa siapa yg bisa mengerti keadaanku saat orang lain juga berpikiran fokus terhadap dirinya sendiri. Aku sendiri merasakan empati mereka padaku, tapi aku sendiri juga berpikir ya inilah yg harus kujalani, bukan orang lain. Sampai akhirnya aku dibantu orangtuaku untuk mengganti semuanya itu. Semuanya belum berhenti, masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan sendiri. Suatu saat aku merenungi hasil kegagalan demi kegagalan ini. Semuanya memang diperuntukkan untukku, Tuhan berikan sesuatu yang berharga untukku ini agar aku bisa berdiri dengan tegak sekarang. Pelan dengan pasti semuanya bisa dilalui, walaupun cobaan dan kegagalan tetap saja datang dan pergi, tapi paling tidak aku bisa menyingkapinya. Sampai aku akhirnya lulus Sarjana dan menginjak Profesi walaupun dengan prestasi yang pas-pasan. Dengan keterbatasan kekuatan jiwa ini dan keyakinan yang masih terbata-bata, kupaksakan untuk ttp berlari. Walaupun terpincang-pincang. Berat. Melelahkan. Tapi inilah hidupku. Aku tidak suka ‘shortcut’. Semuanya kulalui dengan apa adanya. Sampai pada akhir studi profesiku juga masih banyak kendala yang hadir. Hingga pada hari yang diharapkan, Yudisium. Dari 65 anak yang dipanggil satu persatu, kutunggu-tunggu namaku. Sudah hampir dipanggil semua tapi terucap juga namaku 3 dari yang terakhir. Itu sesuai dengan urutan Indeks Prestasi. Tak apalah, yang jelas aku bangga dengan kerja kerasku. Walaupun mungkin prestasiku tidak bisa seperti yang lain. Beberapa minggu kemudian, sesuatu yang tidak disangka2 aku ditawari sebuah pekerjaan di asuransi. Memang tidak sepenuhnya ilmu ku kuterapkan, tapi paling tidak aku bisa belajar. Akhirnya kujalani pekerjaan itu. Dapat gaji, dengan nominal yang bisa dibanggakan. Bisa bekerja dengan orang lain. Bisa membangun hubungan antar karyawan, bisa mandiri, bisa membuat orang tuaku bahagia. Kebahagiaan itu datang satu persatu. Sampai Sekarang, aku bisa berdiri dengan bangga. Siap menjalani hidupku agar bisa melihat senyumku di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar